Dua Buku Aspirasi 80 Tahun Sri Sultan HB X Diluncurkan, Memotret Sikap Humanisme - Legalitas dan Demokrasi

18 Desember 2023, 08:39 WIB
Para perangkat desa dari seluruh DIY siap menjalankan amanat dari Sri Sultan HB X beberapa waktu lalu. /purwoko/yogyaline.com/humasdiy

YOGYALINE - Dua buku bunga rampai aspirasi 80 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X diluncurkan pada Jumat 15 Desember 2023 di Bangsal Pagelaran Kraton Yogyakarta. Buku ini merupakan persembahan sekaligus apresiasi kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Dua buku yang diluncurkan itu berjudul Mendengar Suara Merawat Semesta dan Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memandang buku sebagai sebuah monumen yang paling penting, melebihi monumen apapun, karena mampu menjadi jendela dunia. Oleh karena itu, Sri Sultan menyambut baik peluncuruan dua buku tersebut.

Baca Juga: 80 Tahun Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X Terima Kado Spesial dari Umat Katholik di DIY

Bagi Sri Sultan, kedua buku yang berisi catatan peristiwa-peristiwa selama 80 tahun ini merupakan sebuah warisan budaya. Buku tersebut menggambarkan ekspresi masyarakat selayaknya opini dan yang terpancar dari pemikiran para narasumber.

"Saya tidak melimitasi opini dan ekspresi itu karena buku adalah jendela dunia sehingga tidak bijak rasanya apabila saya membatasi berbagai pemikiran," kata Sri Sultan.

Sri Sultan mengungkapkan dirinya memilih buku sebagai monumen kehidupan yang telah mencapai usia 8 dasawarsa karena buku memiliki kekuatan melewati batas ruang dan waktu.

Bahkan buku adalah sebagai wujud pilar kebijaksanaan dan pengetahuan yang nilainya lebih tinggi daripada candi atau arca karena melalui buku dalam hitungan detik dapat membuka pemikiran dan memperluas wawasan masyarakat.

Kedua buku yang mengambil tema kepemimpinan ini adalah pandangan atas keberpihakan pemerintahan Sri Sultan terhadap rakyat. Menurutnya keberpihakan kepada rakyat adalah merupakan panggilan sosial dan tanggung jawab moral dalam kualitas peran sebagai pemimpin institusi budaya dan pemimpin entitas pemerintahan.

"Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan dengan keberpihakan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan," ujar Sri Sultan.

Sri Sultan berharap melalui buku ini masyarakat dapat memahami dan mengetahui setiap gerak langkah yang diambil dalam kepemimpinannya. Dari sini masyarakat dapat menilai benar atau tidak pun sependapat atau tidak atas perbaiki kebijakan yang telah diambil.

"Saya percaya terhadap kekuatan budaya sebagai pengikat kohesi sosial untuk mencegah tindakan anarkis. Saya memang dituntut untuk menyikapi dengan lagu kultural untuk melengkapi pertimbangan dan tindakan rasional dengan lagu kultural melalui mata hati yang ditajamkan untuk lebih peka terhadap lingkungan," tegasnya.

Baca Juga: Memuliakan Manusia Jogja Menjadi Kunci Suksesnya Smart Province DIY, Begini Paparan Wagub

Lebih lanjut Sri Sultan sangat mengapresiasi atas kinerja narasumber tim editor dan para penulis yang telah dengan penuh dedikasi menyusun kedua buku ini.

"Saya mengundang masyarakat untuk tidak hanya memaknai buku ini sebagai semata kisah 8 tahun hidup saya tetapi sebagai inspirasi kolektif doa dan asar terhadap eksistensi Keraton Yogyakarta dan DIY, Tentunya dengan menyerap makna dari buku Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat dan Mendengar Suara Merawat Semesta,"

Peran sebagai Raja Yogyakarta dan Gubernur DIY

Sekda DIY Beny Suharsono mengatakan, buku ini merefleksikan berbagai testimoni tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, budayawan hingga masyarakat awam. Testimoni tersebut yang menekankan peran Sri Sultan sebagai Raja Yogyakarta maupun sebagai Gubernur DIY.

"Setiap halaman buku ini menggambarkan berbagai episode perjalanan, bagaimana Sri Sultan memimpin dan membangun DIY. Harapan kami, buku ini menjadi diorama kehidupan Sri Sultan dengan segala kontribusinya, tak hanya untuk DIY tapi juga untuk negara," papar Beny.

Selain menyerahkan buku persembahan dari Pemda DIY yaitu Mendengar Suara Merawat Semesta, diserahkan pula hasil pekerjaan mutrani naskah kuno, sebanyak dua judul yang terdiri atas tiga buku pemilik sejarah kesultanan.

Beny menekankan, pada kesempatan ini, bukan hanya sekedar perayaan penyerahan karya tulis saja, namun menjadi ruang dan waktu untuk menebar inspirasi.

"Terimakasih kasih sebesar-besarnya kepada para narasumber, tim editor dan para penulis yang telah dengan penuh dedikasi merangkai perjalanan hidup Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10," tutup Beny.

Pada buku Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat, Bambang Sigap Sumantri yang juga seorang wartawan senior, menuturkan buku ini diterbitkan untuk merayakan ke Darsa Windu Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Buku ini memuat 8 tema, pertama kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X, kedua suksesi dan Keraton, ketiga keistimewaan Yogyakarta dan pemerintahan Provinsi DIY, keempat relasi Keidonesiaan global dan pluralisme, kelima tradisi budaya Jawa dan lingkungan hidup, keenam peran Sri Sultan saat reformasi tahun 1998, ketujuh ekonomi kreatif dan ke-8 perempuan dan keadilan gender.

Buku ini diberi kata pengantar oleh Presiden Joko Widodo kemudian sambutan pembuka buku oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan ditutup dengan karangan epilog menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan, Prof DR Haji Mahfud MD.

"Presiden Joko Widodo memberi kata pengantar untuk buku ini yang berisi perhatian dan apresiasi kepada Sultan. Dari Keraton Yogyakarta presiden mengatakan Sultan Hamengku Buwono X berperan penting dan aktif dalam mendorong reformasi politik tahun 1998 di era demokrasi dan globalisasi".

"Sultan bersama Keraton Yogyakarta berkontribusi besar mempertahankan dan mengembangkan filosofi serta nilai-nilai budaya asli Indonesia," ungkap Bambang Sigap.

Baca Juga: Sri Sultan Singgung Kondusivitas DIY Syarat Menuju Pancamulia, Pemilu 2024 Harus Jurdil dan Damai

Buku ini berisi konsep harmoni yang berdimensi universal, serta upaya pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Keraton secara kultural masih memiliki legitimasi kuat sebagai penjaga pluralitas budaya Yogyakarta maupun Indonesia.

Prinsip-prinsip nilai multikultural dapat diakomodasi oleh kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono X yang tertuang dalam buku ini.

"Buku ini memuat pula bagaimana Sri Sultan selama ini mengakomodasi humanisme legalitas dan demokratis, namun tetap mempunyai ketegasan. DIY menjadi model rumah bagi kehidupan bersama dari berbagai suku agama dan budaya," terang Bambang Sigap.

Kedua buku ini masing-masing memuat 80 tulisan dari lebih dari 160 narasumber. Seluruh narasumber terdiri dari berbagai lapisan dan kalangan, juga dari tokoh nasional. Semunya memuat aspirasi, pengalaman, serta banyak unsur yang membuat kedua buku ini menjadi kaya.***

Editor: A. Purwoko

Tags

Terkini

Terpopuler