UII Yogyakarta Keluarkan Sikap: Praktik Politik Kian Tanpa Rasa Malu, Indonesia Darurat Kenegarawanan

- 1 Februari 2024, 17:24 WIB
Rektor UII menyampaikan tuntutan ke Jokowi untuk kembali ke jalan yang benar.
Rektor UII menyampaikan tuntutan ke Jokowi untuk kembali ke jalan yang benar. //YouTube UII Yogyakarta

YOGYALINE - Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengeluarkan pernyataan sikap kerpihatinan atas kondisi politik nasional saat ini. Pembacaan sikap keprihatinan ‘Indonesia Darurat Kenegarawanan’ itu diikuti Civitas Akademika UII Yogyakarta pada Kamis 1 Februari 2024 di Kampus Terpadu UII Jl Kaliurang Km 14,5.

Hadir dalam pernyataan sikap ini para guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni UII. Suasana berlangsung cukup khidmat dan penuh semangat. Pernyataan sikap dibacakan langsung oleh oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid.

Dalam sikapnya itu disebutkan bahwa dua pekan menjelang hari H Pemilu 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan perkembangan semakin jauh dari norma dan etika demokrasi.

Baca Juga: Profesor hingga Mahasiswa UGM Keluarkan Petisi Bulaksumur: Tuntut Jokowi Kembali ke Rel Demokrasi

Perkembangan politik nasional kian tanpa rasa malu dalam gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.

"Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran," bunyi pernyataan sikap yang dibacakan Rektor UII Prof Fathul Wahid.

Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Menurut civitas akademika UII, indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023.

"Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan," lanjut pernyataan sikap tersebut.

Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Jokowi menyatakan ketidaknetralannya, dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak.

"Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu," katanya.

Baca Juga: Sri Sultan Tekankan Etika dan Adab Pemilu 2024, Butet Tulis Lirik Lagu 'Polisi Jagoanku'

"Mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi," imbuhnya.

Situasi-situasi nyata itu menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.

Menanggapi situasi yang memperihatinkan itu, civitas academika Universitas Islam Indonesia menyatakan:

Mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.

Menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.

Menyerukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.

Halaman:

Editor: A. Purwoko


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x