Tanggapan Pernyataan Jokowi Soal Pejabat Boleh Memihak Tuai Kritik, YLBHI Sebut Merusak Etika Demokrasi

- 25 Januari 2024, 09:40 WIB
Tiga paslon Pilpres 2024 bersama KPU gelar deklarasi kampanye damai pada Senin, 27 November 2023.
Tiga paslon Pilpres 2024 bersama KPU gelar deklarasi kampanye damai pada Senin, 27 November 2023. /Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra

YOGYALINE - Tanggapan atas pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan dirinya sebagai Presiden boleh memihak dan berkampanye, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara, panen kritik. Politis, pengamat, hingga pegiat demokrasi mengkritik keras pernyataan tersebut yang dinilai tidak konsisten dengan pernyataan Jokowi sebelumnya.

Politisi senior PDI Perjuangan TB Hasanuddin juga angkat bicara mengenai keberpihakan para pejabat ini. Hasanuddin menegaskan pernyataan Jokowi ini berbanding terbalik dengan ucapannya pada beberapa bulan lalu yang dengan tegas meminta aparatur Pemerintahan, ASN, TNI dan Polri harus netral dalam Pemilu 2024.

"Bisa dicari jejak digital pernyataan Jokowi pada 1 November 2023 yang meminta seluruh aparatur Pemerintahan, ASN, TNI dan Polri untuk netral. Tapi seperti menjilat ludah sendiri, saat ini Jokowi malah secara terang-terangan mendukung paslon 02," kata anggota Komisi I DPR RI ini.

Baca Juga: Sri Sultan Tekankan Etika dan Adab Pemilu 2024, Butet Tulis Lirik Lagu 'Polisi Jagoanku'

Hasanuddin mengungkapkan tindak-tanduk Jokowi selama masa kampanye Pemilihan Umum sudah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait posisi pejabat negara ketika masa kampanye. 

Ia mengatakan, Pasal 282, UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebut bahwa Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

"Di sini jelas, tindakan sekecil apapun, baik itu disengaja atau tidak disengaja yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye adalah sebuah pelanggaran," kata Hasanuddin.

Hasanuddin mengungkapkan diawal masa kampanye, aktivitas resmi presiden seringkali mengekor ke capres tertentu. 

Secara khusus dilaksanakan kunjungan ke daerah yang dianggap sebagai lumbung suara capres tersebut dan membagi-bagikan bantuan. Tindakan yang sama masih dilakukan hingga saat ini. 

Halaman:

Editor: A. Purwoko


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah