Inisiatif untuk meminta arahan itu disebutkan sebagai wujud sikap ‘golong gilig’ dan ‘manunggaling kawula gusti’ (sikap tekad bulat, dalam kesamaan komitmen pemimpin dan bawahan atau perangkat).
Sri Sultan HB X: Kedepankan Nalar dan Akal Sehat
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dalam arahannya kepada para lurah dan pamong kalurahan mengungkapkan, aksi Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi itu merupakan awal dari aksi nyata para pamong atau perangkat untuk ikut mewujudkan pemilu damai, berbudaya, dan bermartabat.
Sultan mengungkapkan, tidak bisa dibayangkan bagaimana riuhnya dinamika politik, persaingan melalui jargon-jargon politik, hingga aksi kampanye di lapangan yang cukup rentan memunculkan gesekan sosial.
Hal itu ditambah lagi dengan maraknya kampanye melalui media sosial yang belum terverifikasi kevalidannya. Semua hal itu cukup mengkhawatirkan di tengah iklim upaya pendewasaan demokrasi masyarakat saat ini.
“Kondisi itulah yang dikhawatirkan akan mempertajam polarisasi masyarakat. Dalam polarisasi, maka komunikasi semacam itu tidak punya niat pada keinginan untuk berunding. Malah cenderung menjadi etalase ego pribadi, dimana seorang amatir pun dapat bertingkah layaknya politisi ahli,” ungkap Sri Sultan.
“Sudah bukan rahasia, berita di media sosial kerap dijadikan alat konfirmasi keyakinan bagi masing-masing kubu, yang terlanjut berlumur kebenaran versinya sendiri. Di era post-truth inilah, fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk dipercaya”
Oleh karenanya, penting mewaspadai potensi bahaya dan polarisasi. Perlu ada pemahaman bersama bahwa beda pandangan politik sah-sah saja namun kedewasaan berpikir mutlak diperlukan,” tegas Sultan lagi.
Baca Juga: Polri Nyatakan Netralitas dalam Pemilu 2024 Sebagai Komitmen Harga Mati, Ajak Media Turut Mengawasi
Sultan pun berharap bahwa aksi Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi diharapkan menjadi pemantik kohesi yang mampu melindungi masyarakat DIY dari destruksi sosial politik.