Berbagai manuver para elite politik dan rentetan yang melatar belakanginya kini mengemuka dalam bahasan di masyarakat maupun sasaran empuk sorotan media.
Seiring hal itu bergulir, tensi politik di masyarakat juga kian menghangat, sehingga berbagai upaya menciptakan situasi kondusif juga banyak menjadi perhatian.
Terkait potensi polarisasi itu, Dr Riza Noer Arfani, M.A, dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM mengungkapkan, meski suasana politik mulai memanas, polarisasi kemungkinan besar tidak akan sedahsyat pada dua pemilu sebelumnya. Potensi konflik horizontal maupun vertikal pun relatif kecil.
“Kemungkinan polarisasi yang ekstrem hampir tidak ada. Apalagi pada pemilu legislatif, relatif tidak menghasilkan konflik di level grassroot,” terang Dr. Riza Noer Arfani, M.A.
Potensi konflik yang lebih kecil juga mencakup ranah rivalitas di media digital. Ini berbeda dengan sebelumnya. Kini euforia masyarakat terhadap digitalisasi menurutnya sudah cukup stabil.
Baca Juga: Sosiolog UGM Dr Arie Sudjito Menilai Jelang Pemilu 2024 Depolitisasi Kian Menguat, Begini Repotnya
Seiring dengan semakin meningkatnya literasi terhadap teknologi dan media digital, masyarakat menurutnya sudah lebih bisa memilah informasi yang mereka peroleh melalui media.
“Orang sudah tidak dengan mudah percaya dan mengandalkan media termasuk media sosial, sehingga potensinya lebih kecil,” kata Riza.
Pandangan tentang atmosfer rivalitas pemilu yang lebih landai juga disepakati oleh Dr Abdul Gaffar Karim, M.A, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM.
Pada pemilu tahun 2014 dan 2019, pertarungan dukungan dan polarisasi telah mulai memanas jauh hari sebelum pemilu berlangsung. Beda dengan saat ini bahwa manuver-manuver terjadi hingga mendekati hari-hari pendaftaran kandidat dalam pilpres.