“Pengaruh Dokumen Abu Dhabi belum seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kalau bapak dan ibu ingin memperjuangkan itu sekarang dengan kunjungan ke Vatikan atau ke tempat- tempat lain dalam forum dunia nanti, kalau pulang perjuangkan di sini juga ya (Indonesia),” tutur Kardinal Ignatius Suharyo.
Baca Juga: Kapolri Ingatkan, Waspadai Politik Identitas pada Pemilu 2024
Semangat Dokumen Abu Dhabi, ditambahkan oleh Kardinal Suharyo, perlu terus disosialisasikan. Realitas di lapangan potensi konflik besar sekali dengan berbagai macam alasannya.
Kepentingan dikedepankan negara masing masing, baik masalah pengungsi, masalah pangan, dan masalah lainnya, belum lagi masalah agama.
“Di India ada Hindu yang juga aliran keras, di Pakistan mirip-mirip dengan Indonesia. Di Myanmar ada rezim militer yang kejam betul. Di antara Negara yang hadir di pertemuan sidang para uskup se Asia Tenggara, Myanmar yang paling berat masalahnya”.
“Karena rezim militer dan tidak ada diskusi apapun. Ini keprihatinan kita semua,” beber Kardinal Ignatius Suharyo yang baru saja menghadiri pertemuan Konferensi Para Uskup Se-Asia di Thailand.
“Di situasi seperti itu harus ada suara hati demi kemanusiaan. Bagaimana di tengah berbagai konflik dan perselisihan, berbagai kepentingan itu ada yang menyuarakan persaudaraan”.
“ Paus Fransiskus dan pemuka-pemuka agama yang lain telah berusaha menyuarakan perdamaian. Namun rupanya gema dari Dokumen Abu Dhabi itu belum seperti yang diharapkan. Saya dengar Januari tahun depan Universitas Atma Jaya akan menggelar seminar tentang Dokumen Abu Dhabi. Kalau bisa itu terus digaungkan,” pintanya.
Mayong Suryolaksono mengatakan bahwa kunjungan resmi ke Vatikan ini merupakan yang pertama setelah paguyuban ini didirikan pada tahun 2005.