“Sejak saya mengenal beliau Gus Salam, saya percaya penuh keilmuan yang diajarkan beliau tentang agama yang semestinya penuh kedamaian, kasih sayang, harus wujud di setiap orang,” katanya.
Ia mengungkapkan pentingnya manusia punya jiwa profetik, yaitu keseimbangan antara intelektual dan spiritual. Harus punya roso, rumongso, ngrumangsani. dan jumeneng noto. “Ini semua ada di buku Salik,” tambah Aning, sapaan akrabnya.
Gus Salam mengungkapkan ini merupakan buku pertama yang ia buat setelah perjalanan spiritual selama 36 tahun. Ia mengaku awalnya kurang berani untuk menulis buku ini.
“Tapi setelah bertemu Prof Gun dan berdiskusi dengan beliau, saya beranikan untuk menulis perjalanan ruhani saya dalam rangka keilmuan untuk umat,” ujar Gus Salam membuka pengantar acara soft launching.
Niat besar sosok yang dibesarkan di Banjarmasin itu, adalah rasa keprihatinannya terhadap pola kehidupan beragama di masyarakat Indonesia, saat ini.
“Beberapa waktu ini, kita melihat fakta, orang beragama tapi sikap dan perilakunya saling menjelek-jelekkan, saling menyalahkan satu sama lain, terlebih antaragama,” kata Gus Salam.
“Padahal, sesungguhnya orang beragama itu ending-nya adalah kedamaian dan ketenangan diri, yakni akhlakul karimah. Karena itu, saya berharap buku ini bisa menjadi penuntun para Salik atau orang-orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan secara lahir dan batin,” lanjut pengasuh Majelis Dzikir, Doa, dan Sholawat ‘Salam wa Rahmah’.
Gus Salam juga berharap, buku ini menjadi maping hidup yang akan mengantarkan hamba Allah sebagai Salik, agar tak tersesat dalam perjalanan spiritual secara lahir dan batinnya.