YOGYALINE - Menanggapi rencana pemerintah akan menaikkan harga BBM jenis pertalite dan solar, pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengusulkan ada keputusan yang lebih solutif.
Fahmy berpendapat agar Pertamina selain menaikkan harga pertalite, tetapi juga sekaligus menurunkan harga Pertamax.
Tujuannya, mempersempit disparitas harga antara kedua jenis BBM tersebut.
"Maksimal selisih harganya Rp 1.500 per liter. Kebijakan ini diharapkan mendorong konsumen pertalite migrasi ke Pertamax secara sukarela," ujarnya, Sabtu 13 Agustus 2022.
Seperti diketahui, Banggar DPR menolak usulan pemerintah untuk penambahan kuota BBM berubsidi pertalite dan solar, belum lama ini.
Baca Juga: DPR Tolak Penambahan Kuota BBM Bersubsidi, Harga Pertalite dan Solar Naik Agustus ini
Komunikasi publik secara masif, kata Fahmy, perlu dilakukan. Khususnya, mengenai edukasi bahwa menggunakan Pertamax itu lebih bagus untuk mesin kendaraan dan lebih irit.
”Ini untuk menarik minat warga agar beralih dari pertalite ke Pertamax,” ujarnya.
Dilansir dari Antara, hingga Juli 2022, Pertamina melaporkan, konsumsi pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04% dari total kuota yang ditetapkan tahun ini yaitu 23 juta kiloliter.
Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota hanya tersisa 6,2 juta kiloliter.
Apabila upaya pembatasan konsumsi pertalite tidak berhasil, maka kuota BBM subsidi diproyeksikan jebol. Paling lama pada akhir Oktober 2022.
Kondisi itu menimbulkan dilema bagi pemerintah, yang dalam hal ini adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai bendahara negara.
Soalnya, apabila kuota pertalite ditambah, akan meningkatkan beban APBN untuk subsidi menjadi lebih dari Rp600 triliun.
Namun, apabila kuota pertalite tidak ditambah bisa memicu kelangkaan BBM di berbagai SPBU. Hal tersebut berpotensi menyulut keresahan sosial,” kata Fahmy. ***