Dianggap Keramat, Ini Tradisi Yang Biasa Dilakukan Orang Jawa saat Malam 1 Suro

- 28 Juli 2022, 08:27 WIB
Lampah  Budaya Mubeng Beteng Kraton Yogyakarta pada malam 1 Suro
Lampah Budaya Mubeng Beteng Kraton Yogyakarta pada malam 1 Suro /- Foto : twitter @kratonjogja

YOGYALINE - Malam 1 Suro 2022 dalam Kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharam 1444 H, punya arti tersendiri bagi masyarakat Jawa. Merupakan malam tahun baru dalam Kalender Jawa yang menjadi hari pertama dalam bulan Suro.

Suro berasal dari Bahasa Arab, yakni Asyuro yang berarti hari ke 10 Bulan Muharram. Malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang penuh makna, sebagai momentum untuk kegiatan yang bersifat spiritual dan kerohanian.

Kapan malam 1 Suro 2022 jatuh pada tanggal berapa? Malam 1 Suro 2022 akan jatuh pada Jumat, tanggal 29 Juli 2022, mulai ba'da maghrib. Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Baca Juga: Nirina Zubir Kawal Sidang Kasus Mafia Tanah Milik Keluarganya, Ini Harapannya ke Jaksa

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa tradisional, malam 1 Suro adalah malam keramat, terlebih bila jatuh pada hari Jumat Legi. biasanya masyarakat Jawa melakukan berbagai hal yang berbau mistis

Dilansir Yogyaline.com dari laman petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id Kamis (28/2/2022), sebagian masyarakat Jawa pada malam satu Suro dilarang ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.

Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Kirab Kebo Bule

Di Kraton Surakarta Hadiningrat kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah..Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat.

Baca Juga: Ketua Koperasi Simpan Pinjam Intidana Masuk Daftar DPO Kejaksaan Negeri Semarang

Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.

Kehadiran kebo bule tersebut menjadi daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam 1 Suro.

Kirab dilakukan dengan berjalan menuju arah timur melewati Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, lalu Jalan Slamet Riyadi, hingga bunderan Gladag dan kembali lagi menuju keraton. Ratusan orang yang berkumpul serempak menunggu kerbau dan benda pusaka milik keraton yang akan melintas.

Baca Juga: Viral Ikan Paus Terdampar di Muara Pantai Congot Yogyakarta, Disebut Mirip Putri Duyung

Setelah itu, mereka berebut sesaji yang dibagikan oleh pihak keraton. Sebagian warga meyakini bahwa sesaji pada malam 1 Suro dipercaya bisa memberikan keselamatan dan berkah.

Topo Bisu Mubeng Beteng

Berbeda dengan di Surakarta, di Kraton Ngayogyakarta memperingati Malam 1 Suro dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton sejauh sekitar 5 km yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Para abdi dalem keraton, beberapa hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta benda pusaka menjadi sajian khas dalam iring-iringan kirab

Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng. Tujuannya untuk mendengarkan suara hati dan nurani.

 Baca Juga: PSS Sleman Terluka, Tim Promosi RANS FC sedang On Fire: Siapa Menang pada Laga Pekan Kedua Liga 1 di Bogor

Di malam 1 Suro, masyarakat juga biasa melakukan ritual ngumbah keris atau benda pusaka peninggalan lain nenek moyang. Tradisi ini banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Blora.

Berdasarkan informasi laman Kabupaten Blora, masyarakat percaya bahwa benda peninggalan seperti keris, mata tombak dan lainnya memiliki kekuatan ghaib, sehingga harus dirawat agar mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman.

Sikap yang perlu ditanamkan pada generasi muda terhadap nilai budaya malam 1 sura tersebut adalah:

  1. Perlunya menjaga diri dari perbuatan buruk dan kepasrahan kepada Tuhan.
  2. Menjadi momentum untuk berintrospeksi
  3. Selalu bersyukur kepada Tuhan YME
  4. Berbuat terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri dan keluarga terdekatnya, tetapi untuk sesama makhluk Tuhan
    Manfaat yang diperoleh dari budaya tersebut adalah munculnya sikap ikhlas dan lebih bersyukur dalam menjalani hidup.***

 

Editor: Ahmad Suroso


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x